Fathia Prinastiti Sunarso (12) berhasil menyandang berbagai predikat yang mengagumkan di bidang sains. Kedua orang tuanya, Ir. Arena Prima (39) dan Ir. Sunarso, MSi (41) tak pernah membayangkan anak sulungnya itu bisa mencapai prestasi tinggi.

PANTANG MENYERAH


Fathia meraih juara pertama dan mendapatkan medali emas International Mathematic and Science Olympiad (IMSO) yang diselenggarakan pada 29 November hingga 4 Desember 2004 lalu di Jakarta. Sebelumnya, Fathia juga mencapai prestasi di Olimpiade Sains Nasional II di Pekanbaru pada Agustus 2004. Dia mendapat predikat The Best Experiment danThe Best Overall.

Bagi kami, olimpiade hanya salah satu contoh. Sebenarnya masih banyak tantangan kehidupan lain yang akan dihadapi Fathia. Yang paling penting adalah anak kami telah menjalani sebuah proses dengan baik. Dari mengikuti seleksi tingkat kecamatan, kodya, provinsi, nasional, sampai akhirnya dipercaya mewakili Indonesia ke tingkat internasional. Dia merasakan bahwa untuk meraih prestasi itu harus melalui proses panjang yang dijalani selama kurang lebih 8 bulan. Sebuah proses yang tak sederhana dan tidak gampang. Ia harus berkeringat, bersusah payah bahkan sampai menangis. Benar-benar melelahkan, menguras pikiran dan tenaga. Melalui proses kompetisi itu dia sekaligus menilai dirinya. Dia juga menilai dan menghargai kemampuan orang lain.

Memang dalam menghadapi kompetisi seperti itu tak cukup bermodal pintar dan cerdas, akan tetapi juga perlu strategi, jiwa pantang menyerah, dan terus bersemangat. Istilahnya, berjuang sampai titik darah penghabisan. Seperti itulah Fathia. Dengan begitu, dia menjalani setiap kompetisi tanpa beban walaupun yang dihadapinya itu sebenarnya berat. Syukur alhamdulillah, dia bisa menjalani proses itu dengan baik.

TAK ADA STRATEGI KHUSUS

Banyak yang bertanya, bagaimana cara kami mendidik Fathia sampai bisa meraih prestasi tinggi? Memang tak ada strategi yang khusus. Sejak dia kecil, kami hanya berusaha menjelaskan tentang hak dan kewajiban. Kami katakan, dia berhak mendapat kasih sayang orang tua, memperoleh ilmu melalui sekolah, mendapatkan fasilitas atau sarana seperti buku dan sebagainya. Sebaliknya, dia juga memiliki kewajiban, misalnya sebagai pelajar harus belajar dengan baik. Jadi saat sekolah, dia berusaha mengerti apa yang diajarkan guru. Kalau belum paham jangan sungkan bertanya, baik pada guru maupun orang tua. Jadi semua tugas sekolah tak bisa ditawar-tawar lagi harus dikerjakan, tak perlu ditongkrongi orang tua.

Dengan memberikan pemahaman tentang tanggung jawab, dia menyadari bahwa di sekolah bukan hanya raga saja yang hadir, tapi juga pikirannya. Dia harus dapat ilmu dari sekolah, kalau tidak justru rugi. Di sisi lain, kami tak menentukan jam atau jadwal kapan dia harus belajar. Tentu disesuaikan dengan style-nya saja. Tak mungkin kami dikte harus belajar jam 7- 9 malam, misalnya. Belajar harus dijalani dengan enjoy dan penuh kesadaran tanpa paksaan. Jadi dia sendiri yang menentukan kapan waktu belajarnya. Kadang, belajar setelah nonton teve terlebih dahulu.

Jadi, resepnya adalah menanamkan pemahaman tentang tanggung jawab, terutama yang berkaitan dengan pendidikan atau sekolah. Namun, dalam konteks sehari-harinya bukan berarti melulu belajar. Dia tetap bermain seperti anak-anak lain, tak mengisolasi diri, dan mampu bersosialisasi dengan baik.

CINTA BUKU

Saat dia kecil, kami membiasakan membacakan dongeng sebelum tidur. Kadang, kami mengarang cerita sendiri. Sampai akhirnya, dia tertarik dengan apa yang kami baca. Dia ingin diajarkan membaca. Kami bilang, kalau kamu bisa baca tentu tak harus tunggu Mama atau Papa pulang kerja. Kamu bisa baca sendiri. Dia berpikir, sepertinya tertarik juga untuk belajar membaca. Mungkin karena keinginannya untuk bisa membaca sangat besar, dia mampu belajar baca dengan cepat. Kami juga tak mengalami kesulitan saat mengajarkan membaca. Pada usia 4 tahun dia sudah bisa membaca. Dia memang tertarik dengan buku, makanya dia pikir sangat penting untuk bisa membaca.

Awalnya, kami pilihkan buku-bukunya. Kemudian, dia mulai suka dengan buku-buku lain, entah itu novel dan lainnya yang notabene tak berkaitan dengan pelajaran sekolah. Setiap dia berhasil mencapai prestasi di sekolah, misalnya, dia pasti minta buku. Kami perbolehkan pilih buku sesuai keinginan sendiri. Kami tak membatasi dia untuk membeli buku. Bukan berarti harus beli buku pelajaran. Toh, dari 10 buku yang dibeli, 8 di antaranya adalah novel.

Ketertarikan Fathia pada sains mungkin juga diawali dari buku. Bahan bacaannya mulai merambah pada literatur ilmiah. Di sisi lain, kalau dia belum memahami tentang isi buku yang dibacanya, dia pasti menghampiri kami sebagai tempatnya bertanya. Sebenarnya, dia tertarik pada berbagai macam buku. Bagi dia sepertinya semua menarik. Apalagi sains yang memang erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Mungkin dari situlah dia kemudian tertarik pada bidang sains.

SEGUDANG AKTIVITAS

Dalam kesehariannya, Fathia sama seperti anak yang lain. Dia senang bermain dan aktivitasnya cukup banyak juga. Pulang sekolah sekitar pukul 14.30 WIB dilanjutkan dengan les bahasa Inggris dan keyboard. Kemudian, di hari Selasa dan Jumat ada kegiatan mengaji. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya juga tak tanggung-tanggung, dari menari, silat, jurnalistik, paduan suara, sampai klub sains. Prestasinya pun beragam, pernah meraih juara baca puisi, jaipongan sampai pelajar teladan.

Ke depan, kami belum tahu pasti apa sebenarnya bidang yang betul-betul akan digelutinya. Kalaupun ada kompetisi olimpiade mungkin saja dia ikut lagi. Lebih dari itu, kami hanya akan memberikan kesempatan seluas-luasnya padanya. Kemarin mungkin Fathia tertarik mendalami sains, tapi mungkin kelak dia lebih mahir di bidang tulis-menulis karena dia juga ternyata senang menulis. Kami belum tahu pasti di mana dia akan "bermain". Minatnya masih bisa berubah-ubah. Yang sudah kelihatan sekarang memang bidang sains. Tapi kalau dia mau coba bidang lain, misalnya ikut lomba menulis, bermusik, ya silakan saja selama itu positif. Yang penting bagi kami, mengikuti suatu kegiatan harus ada nilai tambahnya. Jadilah itu kesempatan untuk mengaktualisasikan kemampuan diri semaksimal mungkin.

(http://www.tabloid-nakita.com/Jendela/jendela07323.htm)



0 komentar